Agile (tangkas) adalah satu pola pikir dan kebiasaan.

Ada tiga poin penting dalam agile, yakni: (1) mengindentifikasi masalah dan/atau peluang, (2) bergerak menindaklanjutinya, dan (3) melakukan keduanya secara iteratif tanpa henti dan dengan periode yang singkat.

https://www.linkedin.com/nhome/updates?activity=6093899402617835520

Secara konkret, agile ada di sekumpulan metode, prinsip, bingkai kerja manajerial, yang sedang populer dua dekade belakangan ini. Mulai dari manajemen tim kecil sampai manajemen inovasi, semua terkena imbas agile. Beberapa yang populer di antaranya adalah Lean Startup, Scrum, Holacracy, Design Thinking.

What is agile?

 Sistem rangkaian tertutup, adalah benang merah mereka semua.
Bahasa mudahnya: self-governance.

Pertanyaan selanjutnya, apa agile hanya tren manajemen yang nantinya akan redup?

Tentu tidak.

Jangan langsung percaya jawaban saya. Sebagai orang dalam AgileCampus.org, saya mungkin punya bias kepentingan. Oleh karenanya, izinkan saya menambahkan penjelasan dengan beberapa kisah nyata.

Kali kedua saya boarding di Changi Airport, Singapura. Saya—yang saat itu sedang membaca sendirian—dikagetkan oleh seorang lansia yang menghampiri. Dia langsung duduk di samping saya, mengenalkan diri dengan ramah sebagai petugas survey kepuasan pelanggan bandara Changi. Satu lagi: di setiap toilet, petugas informasi, petugas imigrasi, bahkan instalasi seni penghias pojok-pojok bandara, saya selalu melihat mesin survey tingkat kepuasan. Saya takjub. Changi Airport, yang sudah jelas dinobatkan sebagai bandara terbaik dunia (Skytrax, 2015), masih mengevaluasi kepuasan pengunjung sedetail ini!

changi-survey

Untuk versi toilet, jika menekan di bawah nilai ‘avarage’, pengunjung bisa langsung melaporkan detail masalah apa yang terjadi (tisu habis, lantai basah, dll). Masalah tereskalasi secepat mungkin. (sumber gambar)

Changi Airport peduli sekali dengan persepsi pengunjung mereka (empathetic). Bagusnya, hal tersebut tidak henti-hentinya dilakukan. Sehingga mereka bisa terus memetakan kekuatan dan kelemahan mereka di mata pengunjung (self-aware). Lantas, apa yang kira-kira membuat Changi Airport bisa terus mempertahankan kualitasnya? Tentu bukan sekedar data survey, tentu dari perbaikan-perbaikan nyata yang terus mereka lakukan. Pihak bandara juga menyadari kapabilitas dan potensi mereka (self-aware), sehingga bisa terus menemukan ide perbaikan yang mungkin mereka terapkan (proactive). Efek penerapan perbaikan pada persepsi pengunjung terus dipantau (empathetic), dan jadi data untuk pengambilan keputusan di iterasi berikutnya—yang bagus dilanjutkan, yang jelek segera diganti.

Changi Airport is very agile, obviously.

Meski belum menjelaskan bingkai kerja secara detail,
Rhenald Kasali telah mengedukasi Indonesia terkait hubungan agile dengan inovasi & budaya responsif.

Google, perusahaan raksasa yang produknya saya yakin sedang Anda gunakan sekarang, mengolah ide Design Thinking lalu menciptakan bingkai kerja Design Sprint. Hasilnya? Mereka dapat segera menemukan desain software yang product-market-fit, bahkan sebelum menulis satu barispun kode. Design Sprint sendiri singkatnya adalah iterasi mingguan yang berisi dua kegiatan: (1) eksperimen desain software, (2) riset kepuasan pengguna software terhadap desain tersebut. Menemukan hubungannya dengan Changi Airport?

build-measure-learn

Prinsip Lean Startup untuk mempercepat siklus build-measure-learn, telah membantu banyak startup melahirkan produk yang mengambil alih pasar para pemain lama (sumber gambar).

Tunggu, itu belum semuanya. Agile juga adalah juga tentang manajemen operasional internal. Medium.com dan Zappos, perusahaan dengan produk terbaik di bidangnya masing-masing, mencoba struktur organisasi yang lebih cair lewat Holacracy. Mereka ingin tumbuh menjadi organisasi besar yang tetap jauh dari birokrasi, politik, dan gerakan lamban.

Bagaimana dengan perusahaan kamu?
Terlebih lagi, bagaimana dengan dirimu?

Bersatu di AgileCampus.org, kami adalah orang-orang yang menggunakan, mempelajari, dan menyebarkan agile ke Indonesia.

Kami percaya, pembelajaran tanpa henti dengan iterasi singkat, adalah kunci perbaikan organisasi yang signifikan dan cepat.

Pembelajaran juga menandakan kemandirian. Ide dan eksekusi bisa muncul dari tangan mereka bersama. Self-governance. Pada akhirnya, akibat kemandirian itu, kebahagiaan internal anggota organisasi pun juga ikut tercapai.

Bayangkan dirimu sebagai petugas keamanan di Changi Airport yang bahagia melihat muka-muka takjub dan puas di pelbagai pojok bandara. Betul, kami memang ingin membuat organisasi-organisasi di Indonesia jadi setangkas dan sebahagia Changi Airport.

Mungkin impian yang terlalu muluk. Tapi yang pasti, dia tidak sia-sia untuk kami kejar.

Because happy people are the best people to work with.

 

Rizky Syaiful,
CEO AgileCampus.org