Menjadi Pemimpin yang Tangkas secara Psikis

Jika sebelumnya saya menulis soal tangkas secara teknis, sekarang saya akan menulis soal memimpin yang tetap tangkas secara psikis. Tentu saja tulisan ini saya susun setelah hampir dua tahun mempelajari buku Emotional Agility Susan David, menyimak semua materinya baik di siniar, website dan pelatihan daringnya. Ringkasnya hasil yang saya dapat dituangkan di sini.

ke-4 ketangkasan teknis yang saya tulis sebelumnya itu kan gak bisa ujug-ujug kita kuasai dengan baik to? Pasti ada gagalnya, pasti ada kepentoknya, pasti ada kekinya. Mau ini konteksnya memimpin usaha mikro, memimpin keluarga yang anggotanya cuma anak mertua, ataupun memimpin organisasi nirlaba, kita harus selalu bersedia dengan rendah hati merefleksikan beberapa hal.

ATUR DULU EMOSIMU, SEBELUM MENGATUR EMOSI ORANG

Tentu pasti banyak orang salah kaprah berpikir atur emosi itu berarti harus menekan-nekan kemarahan atau melampiaskan kemarahan seluas-luasnya. Pertama-tama, emosi itu bukan cuma marah. Emosi itu selain marah, ada:

  • bahagia
  • jijik
  • takut
  • kaget
  • sedih

Kedua, mengatur emosi itu bukan dengan cara melampiaskan atau menekan. Emosi itu perlu disalurkan, perlu diberi kesempatan untuk muncul. Jadi kalau saat ini Anda sedang merasa sedih,tidak perlu asyik memanipulasi diri dengan bilang : Selamat pagi, Indonesia! Aku bahagia! Hadapi saja kesedihan itu, beri dia ruang dan waktu untuk menunjukkan apa sebenarnya penyebab kesedihan yang terjadi.

Emosi itu sementara. Hanya karena saat ini kita merasa takut, jangan biarkan emosi itu menjadi label atas diri kita : oh memang payah ini aku penakut. Terima saja bahwa saat ini aku merasa takut, aku dengan sabar mendampingi diriku sendiri merasakan takut sampai akhirnya bisa melanjutkan hidup. Memang kadang ketika menjadi pemimpin, ada kebutuhan untuk selalu terlihat kuat dan terlihat tahu segalanya dalam beragam ketidakpastian hidup. Apalagi jika anda memimpin sebuah lapak usaha. Banyak area yang tak terduga. Terus-menerus berpura-pura terlihat tangguh padahal kita sebenarnya sedang merasa takut dan sedih hanya akan membuat situasi kerja serba tidak nyaman. Mengapa? Sepintar-pintarnya kita menekan perasaan, sekuat itu dia akan berusaha menunjukkan eksistensinya. Ketika kita tidak dapat mengatur maka sesuatu yang ditekan bisa sewaktu-waktu meledak di waktu dan tempat yang salah.

Tantangannya dalam mengatur emosi ini adalah kejujuran kepada diri sendiri untuk mengakui sebenarnya apa yang kita rasakan. Sering cara cepatnya kita bilang, ‘lagi stres nih‘. Ketika menyelidiki ke dalam, kita merasa marah, lebih ke dalam lagi kita merasa kesal karena ada orang yang langsung bicara ngegas padahal kita sudah sangat berhati-hati menjelaskan suatu kondisi. Mengapa perlu repot-repot menelusuri sampai spesifik? nanti ada kaitannya di poin ke-3 yaitu nilai hidup.

Berempatilah Kepada Dirimu Sendiri, Sebelum kepada Orang Lain

Sebuah ayat yang pernah saya pernah baca menuliskan: kasihilah sesamamu manusia, seperti kamu mengasihi dirimu sendiri. Masalahnya adalah saat ini manusia modern punya akses ke media sosial lebih cepat dan lebih banyak. Akibatnya ia lebih sering membanding-bandingkan dirinya dengan beragam orang di luar sana. Ketika mulai membanding-bandingkan diri nyaris ia tidak bisa mengasihi diri sendiri. Lah kalau mengasihi diri sendiri saja begitu syulit gimana mau mengasihi sesama? Yang ada modal kecepatan jempol bisa meninggalkan jejak digital menyakiti perasaan orang lain di luar sana mentang-mentang cuma ketemunya di layar hape saja.

Dari paparan perbandingan diri sendiri dengan orang lain yang tiada henti ini, kita perlu belajar bagaimana meluangkan waktu berempati kepada diri sendiri. Caranya begini: kalau kamu melihat dirimu sebagai seorang anak kecil yang baru pertama kali hidup di bumi lalu kebetulan kegendutan, apakah kamu akan langsung bilang ke dia makanya jangan banyak makan! makanya olahraga!! heran koq kelakuan kaya babi. Tentu tidak kan? kamu akan meluangkan waktu untuk berpikir kata-kata apa yang tepat untuk disimak anak ini. Kamu sadar betul semakin kamu menggunakan kata-kata yang menghujam, anak ini akan semakin terpuruk dan bisa jadi semakin kegemukan karena ia melampiaskan kesedihannya dengan makan. Apakah itu tujuanmu? Membuatnya semakin gendut? Tentu tidak kan. Ketika anak ini sudah berusaha, kamu mengapresiasi, ketika anak ini ogah-ogahan kamu berusaha memotivasi, ketika anak ini sibuk cari alasan, kamu menunjukkan ketegasan tapi bukan dengan makian atau kekerasan melainkan dengan kasih.

Latihlah itu terus menerus sekalipun kamu dibesarkan oleh orangtua atau keluarga yang lebih mudah menjatuhkan mental daripada menguatkan. Hanya karena mereka ada kegagalan membesarkanmu, bukan berarti kamu hanya akan jatuh di kesalahan yang sama dengan mereka. Lakukan ini sekalipun saat ini kamu belum memiliki anak. Lakukan ini untuk dirimu sendiri.

Tentu saja ini melibatkan kemampuan memaafkan kepada orang-orang yang tidak pernah meminta maaf kepadamu. Gimana caranya memaafkan seperti itu? Sejujurnya, saya sendiri belum bisa mengajarkan hal ini. Proses pemaafan saya terjadi begitu saja tanpa saya memaksa-maksakan diri saya untuk berlapang dada selama 1.5 tahun rutin rawat jalan di poli jiwa. Ini sekalian saya ingin menyampaikan bahwa hanya karena jadi pimpinan bukan berarti jiwa selalu sehat. Ada masanya saya perlu berobat sama seperti anda kalau sakit gigi ya rutin perawatan saluran akar ke dokter gigi. Jadi menjadi pimpinan yang tangkas secara emosi selalu wajar dan manusiawi mengalami masa pemulihan jiwa.

Kembali ke empati, seiring berjalannya waktu, saya yakin kamu juga mulai bisa berempati kepada orang lain bukan semata-mata agar disukai orang. Kamu melakukan itu karena kamu punya empati dan kasih yang berlimpah untukmu sendiri sehingga kamu punya banyak kasih dan empati untuk dibagikan ke orang lain tanpa syarat.

Menjadi Tangguh karena Teguh dalam Memegang Nilai Hidup

Nilai hidup saya lebih banyak teruji ketika saya terjun bebas di jalan wirausaha daripada masa-masa saya menjadi guru dulu. Kembali ke definisi ketangkasan emosi atau emotional agility di atas, memiliki beragam emosi di kepala tapi tetap bertindak dan berperilaku sesuai nilai hidup yang kita pegang dengan cara mengambil jarak dan menganalisis emosi lalu melepaskan keterikatan emosi itu sebagai label tentang diri kita. Mengapa soal nilai hidup ditaruh di belakang ya karena untuk bisa jujur kepada diri sendiri apa yang sebenarnya nilai hidup kita, kita perlu bisa melabel emosi yang kita rasakan secara tepat. Mengapa? emosi itu sementara tapi nilai hidup itu sifatnya CENDERUNG menetap. Mungkin seiring bertambahnya usia dan beragamnya hantaman kehidupan, nilai hidup kita ada yang berubah tapi ya tidak pernah rombak total.

Nilai hidup itu bisa beragam dalam 1 individu manusia bagaikan rumah yang punya banyak ruang dan selalu dinamis. Ada masa kita meluangkan banyak waktu dalam ruang otonomi, ada masa kita menyediakan waktu khusus untuk menjalin hubungan.

Yang jelas nilai hidup membantu kita untuk berjalan di kehidupan yang penuh ketidakpastian.

Hal menarik dari bisa mengenali apa yang menjadi nilai hidup kita adalah ketika kita dalam situasi yang mana kita berhadapan dengan orang yang nilai hidupnya berseberangan dengan nilai hidup kita. Ketika kita memegang KEJUJURAN sebagai nilai hidup sehingga kita cenderung menyampaikan realita apa adanya, maka selalu ada potensi gesekan dengan figur otoritas yang memiliki nilai hidup KEPATUHAN dan KEHARMONISAN. Loh bukannya ketiga nilai hidup itu sifatnya baik dan positif? Iya tapi tahukah kamu kadang cara menciptakan KEHARMONISAN adalah dengan mensunyikan KEJUJURAN? Dah lah ditampilkan saja terlihat damai padahal ada pihak-pihak yang diharapkan untuk telan saja apa yang sebenarnya ia rasakan. Kalau kaya gitu hampir gak ada titik temunya dong? Loh kalau gak mau ada titik temu namanya RIGID. Kan pembahasannya soal EMOTIONAL AGILITY.

memiliki nilai hidup tanpa memiliki kemampuan berempati dan menganalisis emosi kita sendiri hanya berakhir baku hantam untuk hal yang tidak perlu. Ada masa kita perlu fleksibel atas opini kita, tenang saja akan ada giliran orang lain yang perlu menyesuaikan pemikiran dan opininya.

Terus fungsinya TEGUH di dalam sub judul itu apa? Ya kita bisa teguh menjadikan nilai hidup sebagai kompas ketika kita ada di persimpangan jalan. Memang ga ada jaminan melakukan ketiga hal di atas jadi pemimpin yang kaya raya, tapi saya bisa jamin kamu merasa damai sejahtera. Akhir kata:

 

POST A COMMENT