Saya mungkin tidak berbeda dengan anda, dibesarkan dalam budaya keluarga yang serba sungkan untuk menyampaikan sesuatu tapi di lain waktu bisa dengan mudah mengeluarkan sumpah serapah hanya untuk urusan kesalahan sepele. Saya begitu terlatih menyimpan semua emosi negatif, terlihat penurut kepada orang yang saya lihat sebagai superior lalu melampiaskan semua kekesalan yang tertahan kepada pihak yang bisa saya jadikan keset (baca: inferior). Setiap kali saya merasa diperlakukan tidak adil dan saya terlalu takut untuk menyampaikan apa yang saya rasakan dengan alasan takut durhaka atau takut dianggap baper, saya pikir solusinya adalah berdoa. Tak lupa menitipkan pesan kepada Tuhan agar menjadi hakim yang seadil-adilnya. Namun akhirnya saya menyadari, mengapa apa-apa Tuhan saya seret-seret untuk campur tangan? Lah wong yang perlu terus memperbaiki cara berkomunikasi itu saya koq. Saya jadi tidak beda jauh dengan anak kecil manja yang setiap kali kecewa tidak bisa bermain dengan