Tiga Pilar Agile: Apa Yang Lebih Penting Dari Scrum?

Kenapa Tiga Pilar Agile Harus Ada dan Populer?

Singkatnya, karena dia adalah solusi sesungguhnya bagi pengembangan software yang bermasalah.

Berikut elaborasi lengkapnya…

Semua orang memulai sebuah bingkai kerja Agile (Scrum/Kanban/XP/SAFe/Less/dll)1 dengan harapan hidupnya akan jadi lebih baik. Kadang, kenyataan berkata lain. Setelah belajar dan coba mempraktikkan, pertanyaan-pertanyaan berikut tetap muncul:

  • Mana ‘estimasi yang lebih akurat’ itu?
  • Kenapa developer saya tetap banyak yang keluar?
  • Produk lebih sering dirilis, tapi jumlah pengguna kok masih stagnan?
  • Semua aturan Scrum2 sudah dijalankan berbulan-bulan, apakah Agile itu cuma seperti ini saja?

Di titik itu, yang cukup bijak biasanya mulai curiga:

  • “Jangan-jangan ada yang salah di pemahaman saya akan Scrum?”
  • Jangan-jangan ada yang salah dari tempat/cara saya belajar dulu?

Sementara yang cukup bijak menunda ambil kesimpulan, sisanya, langsung menghakimi bahwa Agile hanyalah minyak ular terbaru jualan kaum konsultan.

Sebagian dari yang bijak mulai datang ke meetup-meetup, demi mencari guru yang mumpuni. Sebagian bahkan langsung mengundang trainer Agile ke kantor—saya salah satunya. Berharap bisa ditunjukkan jalan yang lurus mengenai Agile Software Development. Sepenglihatan saya dari luar, mayoritas dari mereka akhirnya menemukan pencerahan, yaitu:

  1. Definisi & implementasi Scrum/Kanban/XP yang sesuai dengan yang dibuat penciptanya.
  2. Pemahaman bahwa Agile bukanlah sekedar Scrum/Kanban/XP. Agile adalah pola pikir—bahkan budaya.
  3. Pemahaman bahwa benefit-benefit yang dijanjikan di awal tulisan ini, baru akan didapat jika semua anggota di organisasi sudah memahami dan menghidupi budaya Agile—bukan sekedar memenuhi checklist Scrum/Kanban/XP.

Intinya, Agile itu adalah budaya. Menjalankan Scrum/Kanban/XP sebelum menghidupi budayanya, adalah resep dari kegagalan.

Kenapa tidak banyak yang menyadari ini? Dari sisi meetup gratis—selain sifatnya yang tidak berkelanjutan—topik ini masih jarang diangkat. Dari sisi training berbayar, ada beberapa kekurangan:

  1. Terlalu fokus pada satu bingkai kerja (Scrum). Sehingga kurang zoom-out untuk melihat budaya Agile-nya.
  2. Masih sedikit trainer-nya. Sehingga tidak semua orang orang bisa teredukasi
  3. Biayanya cukup berat kalau tidak dibayarkan kantor. Kenapa? Karena hukum supply-demand. Scrum populer sementara trainer-nya masih sedikit.

Bagaimana dengan sekolah formal? Apakah lulusan-lulusan baru sudah menghidupi budaya Agile? Jawabannya, sulit. Bukan karena di kurikulum mereka belum ada materi Scrum/Kanban/XP, tapi lebih karena keterbatasan format kelas. Umumnya, di sekolah atau kampus, siswa tidak bisa fokus mengembangkan aplikasi—yang sedang aktif dipakai pengguna—selama minimal satu tahun. Sementara budaya Agile hanya bisa terasa di pengembangan yang fokus dan berorientasi pada pengguna.

Entah itu meetup, training atau sekolah, belum ada yang bisa menyebarkan pentingnya budaya Agile ke publik luas.

Maka, mari kita mempopulerkan Tiga Pilar Agile. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?

Jadi, Apa itu Tiga Pilar Agile?

Untuk menghidupi budaya Agile, pastikan tiga hal berikut dihidupi:

  1. Rilis3 secepat-cepatnya & sesering-seringnya.
  2. Build-Measure-Learn4 pada produk & proses kerja.
  3. Haramkan burnout5 & hutang teknis6.

Mereka adalah Tiga Pilar Agile. Semua aturan-aturan di Scrum/Kanban/XP akan bermuara di tiga pilar tersebut. Sekali lagi—semua. Tidak ada yang tidak. Maka, bisa dibilang, Tiga Pilar Agile adalah benang merah dari seluruh bingkai kerja Agile.

Seperti cermin, Tiga Pilar Agile membantu kita menilai budaya kerja, dengan bertanya:

  1. “Seberapa cepat & sering kita merilis sesuatu ke pengguna?”
  2. “Seberapa rutin kita mendengar keluhan pengguna & anggota tim, lalu menindaklanjutinya?”
  3. “Seberapa disiplin kita dalam menjaga performa pengembangan di masa depan tidak turun?”

Dinamakan ‘pilar’, karena ketiganya wajib ada. Kalau satu saja hilang/lemah, budaya Agile akan terancam. Kenapa bisa demikian?

  • Pilar 2 tanpa Pilar 1: adaptif tapi lambat.
  • Pilar 1 tanpa Pilar 2: bergerak cepat tapi tidak terarah.

Mudah terlihat, Pilar 1 & Pilar 2 adalah duet maut untuk kepentingan bisnis. Kenapa?

  • Rilis cepat & sering berarti pengguna bisa cepat & sering mendapatkan manfaat baru. (Pilar 1)
  • Pendapat pengguna terhadap rilis terbaru selalu didengar. Jika dinilai penting, permintaan pengguna akan dipenuhi—meskipun tidak terpikir sama sekali di perencanaan/proposal awal. (Pilar 2)
  • Apapun yang mengusik hati pengguna—termasuk juga hal-hal yang tidak terkait kondisi software saat ini—selalu jadi prioritas. (Pilar 2)

Hasilnya? Pengguna senang. Yang berarti? Uang!

Namun, jika dibiarkan, kedua pilar ini akan memakan korban. Tim developer akan dipecut-pecut. Kualitas kode akan dikesampingkan—alias banyak mengambil hutang teknis. Lebih-lebih, software bisa dirilis tanpa tes—karena deadline yang sudah lewat kemarin sore.

Yang rugi, tentu saja, bisnis itu sendiri: Tim developer akan sakit fisik/mental akibat kelelahan (burnout); Pengembangan makin lambat, akibat kode software yang berantakan dan sulit terbaca; Banyak bug menghantui, akibat tes yang tidak sempurna dan semua alasan-alasan sebelumnya.

Siapa yang rugi kalau ada bug saat software digunakan? Bisnis. Siapa yang rugi saat developer jadi lambat & demotivasi akibat mengorbankan kualitas? Bisnis. Siapa yang rugi kalau tiba-tiba muncul surat pengunduran diri dari programmer? Bisnis. Itulah kenapa…

Ada Pilar 1 & Pilar 2, tapi tanpa Pilar 3: siap-siap bubar.

Apa Bukti Hubungan Tiga Pilar Agile dengan Budaya Agile?

Untuk menguji keabsahan opini saya terkait Tiga Pilar Agile ini, teman-teman bisa:

  1. Melihat satu-per-satu aturan di bingkai kerja Agile Software Development (Scrum, Kanban, eXtreme Programming, SAFe, Less). Akan terlihat bahwa semuanya berakar di Tiga Pilar Agile.
  2. Mendengar keluhan salah dua ‘pendiri’ Agile Software Development (Dave Thomas: Agile Sudah Mati, Ron Jeffries: Developer Bagusnya Mengabaikan Agile) akan fenomena banyaknya Fake Agile: mengaku Agile tapi Tiga Pilar Agile tidak ditegakkan.

Untuk Siapa & Bagaimana Tiga Pilar Agile Ini Bermanfaat?

Jelas, Tiga Pilar Agile akan bermanfaat bagi semua orang: baik yang aktif mengembangkan (product manager, analis & developer), maupun yang tidak (pengguna, perusahaan pengguna—jika software perkantoran, pemimpin perusahaan pemilik software, pemegang saham perusahaan pemilik software).

Kalau ditanya, organisasi mana yang paling membutuhkannya? Tentu, yang budayanya belum Agile. Seperti apa ciri-cirinya?

  1. Mengaku pakai Scrum/Kanban/XP, padahal ada praktik wajib yang tidak diterapkan.
  2. Sudah pakai Scrum/Kanban/XP, tapi terjebak stagnan di Scrum/Kanban/XP.
  3. Baru sekilas melihat Scrum/Kanban/XP, tapi sudah punya sentimen negatif.
  4. Menghakimi organisasi lain berdasarkan apakah mereka menggunakan bingkai kerja favorit Anda atau tidak.

Singkatnya, Tiga Pilar Agile akan menjelaskan alasan, dari aturan-aturan Scrum/Kanban/XP yang berat buat Anda. Tiga Pilar Agile juga akan membawa Anda ke atas, sehingga Anda bisa melihat lebih dari sekedar Scrum/Kanban/XP. Anda akan menyadari bahwa menghidupi budaya itu lebih penting dari sekedar menaati Scrum/Kanban/XP. Anda bahkan jadi percaya diri untuk merancang bingkai kerja sendiri.

Kesimpulan

  1. Bukan Scrum, atau Kanban, atau XP-lah penyelamat pengembangan software Anda, melainkan sebuah budaya kerja bernama Agile.
  2. Bingkai kerja ada sebagai panduan detail untuk menghidupi budaya Agile. Mungkin sudah jadi sifat dasar manusia; Sering kali pola pikir & pandangan kita terjebak pada bingkai kerja kita sehari-hari. Oleh karena itu, jika ingin lebih menghidupi budaya Agile, kita perlu juga memahami & menerapkan Tiga Pilar Agile. Karena Tiga Pilar Agile adalah rangkuman/irisan/benang-merah dari seluruh bingkai kerja Agile (Scrum/Kanban/XP/SAFe/Less/dll).
  3. Jika ada organisasi yang sengaja melanggar aturan Scrum/Kanban/XP yang memberatkan mereka, kemungkinan besar itu disebabkan ketidakpahaman mereka akan Tiga Pilar Agile.
  4. Mereka yang debat kusir akibat perbedaan bingkai kerja favorit, adalah mereka yang belum paham Tiga Pilar Agile.
  5. Jika ada yang mengeluhkan/menyerang implementasi Agile atau bingkai kerjanya, coba analisa, seberapa tegak Tiga Pilar Agile berdiri di organisasinya.

Panggilan untuk Beraksi

Atau istilah kerennya, call to action:

  • Jika ada yang bertanya, “Apa itu Agile?”, tambahkan Tiga Pilar Agile ke jawaban Anda.
  • Jika ada yang bertanya, “Apa itu Scrum”, buka dengan “Scrum adalah salah satu dari banyak cara kerja Agile” dan jelaskan juga Tiga Pilar Agile.
  • Renungi pilar apa saja yang belum Anda tegakkan di organisasi Anda. Buat strategi untuk menegakkannya. Lalu, lakukan. Jika butuh, jelaskan Tiga Pilar Agile dari sisi kepentingan mereka.
  1. Bingkai kerja Agile lahir secara sporadis di tahu 90-an. Para penciptanya pertama kali bertemu di Utah tahun 2001. Menyadari kesamaannya, mereka membuat Manifesto Pengembangan Software Agile. Sebelum bingkai kerja mereka populer, membangun software tidak jauh berbeda dengan membangun jalan tol.
  2. Kenapa hanya Scrum yang disinggung? Itu karena popularitasnya jauh mengalahkan yang lain
  3. Perlu dicatat, beta-release (rilis ke sebagian pengguna / calon pengguna) tetap termasuk rilis di sini. Karena inti dari pilar ini adalah kecepatan yang cukup tinggi untuk menjalankan Pilar 2 dengan baik.
  4. Build-Measure-Learn (Bangun-Ukur-Pelajari) adalah istilah lain dari ‘siklus perbaikan’, atau ‘continuous improvement’. Dipopulerkan oleh Eric Reis dari buku Lean Startup. Intinya adalah ‘adaptasi tanpa henti’.
  5. Burnout adalah jatuh sakit / kelelahan secara fisik & mental akibat berkerja terlalu banyak.
  6. Hutang teknis adalah aktivitas yang ditangguhkan dengan sengaja, yang mana penangguhannya—sedikit atau banyak—akan menghambat pengembangan di masa depan. Tiap organisasi bisa punya daftar definisi hutang teknis yang berbeda-beda.

I was part of Agile Campus. Now focusing on something else outside of agile space.